December 22, 2017

Ekspedisi Ujung Barat Indonesia: Sahabat Sepermainan!

Pertemanan yang dimulai dengan agenda mencabuti ilalang yang nyangkut di rok saya dan diteruskan dengan sesi foto di pantai sebelah dermaga
Kakak Kakak En!!!! - Bocah-bocah 
Sesungguhnya saya hampir kehabisan ide untuk melanjutkan seri ini. Tapi ada wajah-wajah yang kembali menyapa lewat cuplikan momen yang terekam dalam kamera, sehingga akhirnya saya putuskan, saatnya mengenalkan teman main alias teman berantem saya di Sabang, hehe.

Faktanya, Gampong Krueng Raya populasinya mayoritas anak-anak, atau begitulah saya pikir. Tiap rumah sepertinya punya anak kecil yang jumlahnya dua atau lebih. Bocah-bocah usia TK-SD ini biasa berkeliaran pakai kolor dan sempak sepulang sekolah sampai waktu adzan maghrib berkumandang. Ngga semua kaya gitu sih sebenernya, bahkan mungkin hanya adik saya Lila dan teman sepermainannya yang suka bergaya pakaian seperti itu. Biasanya mereka rapi-rapi setiap pagi waktu berangkat sekolah, begitu juga sore-sore kalau jadwal pergi ke meunasah untuk belajar mengaji. Bahkan Lila tahu gimana cara berdandan yang cantik kalau mau pergi-pergi sama Mamak atau kakak-kakaknya. Eh tunggu, semua anak bergaya pakaian seperti itu kok, kala mereka mandi di pantai.

"Kak, fotoin kita doooong!"
"Ya ya ya, ayo pose, 1... 2... 3... Udah ayo turun jangan di situ nanti jatuh!"
Padahal sebenernya khawatir kalau-kalau ada yang mau makai kamar mandi jadi ngga bisa karena takut diintip mereka.
Yang ini minta difoto lagi, dengan pose yang lebih keren tentunya
Saya pikir saya tidak akan bisa merasa rindu, tapi toh sekarang saya merindu juga. Suara ribut anak-anak ini yang setiap hari bikin saya bangun tidur, selain bunyi bel sekolah dan lagu senam pagi. Maklum, SD N 10 Sabang lokasinya persis di belakang rumah, jadi kalau mereka ribut ya kedengerannya sampai jendela kamar saya (padahal sebenarnya seringnya saya bangun pas mereka udah masuk waktu istirahat pertama atau malah setelahnya, dan suara teman-teman KKN saya yang lebih bikin ribut rumah dan bikin bangun sih).

Sejujurnya, saya bukan orang yang pandai main sama anak-anak. Gimana yah, tetangga di kompleks perumahan saya banyaknya lansia bukan anak-anak. Adik saya udah besar, sepupu dan ponakan saya yang masih bocah juga jauh. Sementara di Krueng Raya, otomatis saya dikerumunin anak-anak. Bikin program ketemu mereka, main ke laut ketemu mereka, kerja di posko ketemu mereka, pergi ke warung ketemu mereka, keluar rumah ketemu mereka, sampai akhirnya kamar saya didatengin juga sama mereka. Hayolo, panik ngga tuh?

Santri TPAnya Pak Tuha Peut.
Minta diajarin baca kitab taunya malah saya yang diajarin mereka akhirnya.
Setiap mau pulang, yuk cek dulu kukunya panjang ngga.
Kalau sudah boleh pulang, berarti waktunya nonton voli berjamaah di lapangan atau jajan baso di depan posko.

Pun begitu, sesungguhnya, they're the best thing that could happen to us during that time. Siapa lagi yang bakal sabar ngajarin bahasa Aceh, ngajarin baca kitab kuning sampe bikin merinding karena hafalan Al-Qur'an nya keren-keren parah. Mereka bukanlah objek pengabdian di tanah orang, justru, mereka adalah sahabat-sahabat terbaik yang saya dapatkan di sana. Kehidupan mereka jauh berbeda dengan yang saya punya, di usia-usia belia banyak yang sudah mendapatkan cobaan yang jauh lebih berat tapi toh senyum mereka masih menguar jua.

"Ehh... kakak foto yaaa!"
"Tak mau kak"
"Jangan ngumpet gitu lah, liat sini dong liat sini"
"Ayo senyum itu mau difoto kakak ipeh tu lho!"
Jadi ini tetangga sebelah rumah, satu-satunya anak Krueng Raya yang punya teteh dan kalau mau mandi harus nunggu mamak pulang. Sukanya main mobil-mobil di depan rumah. Kalau udah cerita tentang sesuatu, aduh ngga akan ada selesainya.
Ketika bocah-bocah kalah sama mamak-mamak posyandu.
Oiya, faktanya, bedak di muka adalah yang membedakan siapa sudah mandi dan siapa belum.
Di saat-saat perpisahan, air mata dan pelukan sederhana mereka mengantarkan kepergian saya dan kawan-kawan KKN. Tak sedikit bahkan yang memasang wajah masam dan ngambek karena kami pergi terlalu cepat.
"Kak, kapan kakak pergi?
"Kak, jangan pergi lah, perginya besok aja"
"Kak ipeh di sini aja yaaa"
"Kak kapan ke sini lagi?"

Kalau ada umur dan rezeki, suatu saat pasti akan kembali. Saya ninggalin keluarga di sana, yang telepon terakhirnya tidak terangkat, hehe.
p.s. Sekarang ngga ada lagi yang panggil saya kakak di sini.

Ini Abay, kalau udah besar cita-citanya mau jadi polisi.
Aamiin, kalau kakak balik, semoga Abay udah jadi polisi ya. 

Coba lihat Rauzah yang ada di paling kanan, garang-garang gitu pas pamitan nangis juga dia. 

No comments:

Post a Comment